Special thanks for author..park ji hee alias J alias….(hehehe..mian..atas permintaan author aku g boleh nyebut nama aslinya *bow* ) yang uda mengizinkan aku buad iseng ngedit n ngepost FF oneshoot ini…sebenernya ni FF oneshoot TVXQ karena sang author sendiri adalah seorang cassie…tapi dengan baiknya author ngizinin buad jadi FF oneshoot suju…^^ *hug author…*
Jadi anggep aja tokoh yeoja di FF ini, itu aku ya….!!!
Hehehehe
*ditendang author ke korea…*
Hoia,jangan lupa kasih comment…saran..kritik..uneg-uneg…pujian *ngarepp authornya*,dan sebagainya…..
Okeh???!!!
Cekidott…!!!!
Memories of Love
Ponsel Siwon bergetar di atas meja kerjanya. Meja kerja kecil yang kini dipenuhi berbagai macam arsip penting. Ponselnya terus bergetar. Sayangnya Siwon terlalu sibuk mengurusi berkas – berkas kerjanya.
Hyo rin POV…
“Kau yakin dia akan datang?” tanya donghae. Aku tidak menjawab. Ponselku masih kupegang erat – erat di telingaku. Tidak ada jawaban. Aku menurunkan pegangan ponselku. Kembali kutarik napas panjang. Donghae menatapku lekat.
“Hyo rin… dia tidak akan datang…” Donghae terus memaksaku untuk menyerah.
Aku menatapnya. Lalu menatap ke bawah.
“Siwon bilang dia akan menemuiku di gedung ini jam 5 sore.” ucapku lirih.
“Sekarang sudah jam 8.” Donghae melihat arlojinya.
“Pasti ini bukan sesuatu yang biasa saja. Dia menyuruhku datang ke gedung ini. Kau tahu gedung apa ini? Di depan gedung opera ini… kami pertama kali bertemu… dia menyatakan perasaannya padaku… kencan pertama… semuanya selalu di depan gedung ini… Jika dia kembali memintaku datang kemari, pastinya akan ada sesuatu yang special kan?” aku bercerita panjang lebar.
Donghae tidak menjawab. Pastinya dia juga sudah lelah. Dia terpaksa menemaniku dari jam 6 karena tidak sengaja berpapasan denganku.
“Aku tidak memaksamu untuk menemaniku.” Aku merasa tidak enak.
Donghae kembali menatapku dan tersenyum seolah berkata ‘tidak apa. Jangan pikirkan aku.’ Aku makin merasa tidak enak.
“Huh! hyung-mu ini benar – benar keterlaluan.” Keluhku sambil kembali mencoba menelpon Siwon.
Siwon POV…
Pekerjaan ini mulai membunuhku! Astaga! Hari ini aku harus benar – benar lembur. Mendadak mataku menatap sesuatu yang membuat mejaku bergetar.
“Hyo rin! Astaga! Aku benar – benar lupa!” aku menepuk jidatku.
Segera kuangkat ponselku.
“Kenapa kau belum datang?” tanya hyo rin kesal.
“Ah, mianhe. Aku… ada banyak kerjaan.” Jawabku.
Hyorin tidak menjawab. Pasti dia sangat kesal padaku. Aku melihat jam dinding. Ya ampun. Aku memintanya datang jam 5 dan sekarang sudah jam 8. Aku membuatnya menunggu terlalu lama.
“Lalu… kau bisa datang atau tidak?” tanya hyo rin lemas.
“Eh? Oh… Emm… Bisa. Tentu saja bisa.” Jawabku spontan.
“Benarkah?” hyo rin terdengar bahagia.
“Eh? Tunggu. Maksudku aku,” sambungan telpon mendadak terputus.
“Aku tidak bisa datang.” Lanjutku.
Aku segera menghubunginya kembali. Tapi, tidak tersambung.
Aku menghubunginya lagi. Dan lagi – lagi tidak tesambung.
Aku menarik napas panjang. Dan memutuskan untuk mengirim sms.
“Dia akan segera pulang. Jangan terlalu khawatir. Dia bukan anak kecil yang akan menunggumu seharian.”
Setelah mengirim 5 atau 7 sms berisi permintaan maaf bahwa aku tidak bisa datang, aku kembali menyelesaikan pekerjaanku. Namun, entah kenapa… perasaanku mendadak jadi tidak enak… Apa… dia…?
Hyo Rin POV…
“Batunya habis…” keluhku sambil menatap layar ponsel yang sudah mati.
Hujan langsung turun dengan derasnya. Donghae segera melepas jaketnya dan menggunakannya untuk memayungi kami berdua.
“Dia bilang apa?” tanya Donghae di tengah derasnya hujan.
Aku tersenyum.
“Pulanglah. Siwon bilang dia akan segera kesini.”
donghae menatapku lagi.
“Benarkah?” tanyanya.
Aku mengangguk.
“Hujan begitu deras. Kau bisa sakit.” Lanjutku.
Donghae berpikir sebentar.
“Aku akan pergi setelah dia tiba.” Putus donghae.
“Aku bisa menunggu sendiri.”
Donghae berpura – pura tidak mendengar.
“Gomaewo, donghae-ah… Pasti pacarmu amat beruntung. Aku jadi iri.”
Raut wajah donghae berubah.
“Benar tidak apa – apa?” tanya donghae tanpa melihat wajahku.
“Memang apa yang bisa terjadi? Aku sudah besar. Aku bisa menjaga diriku sendiri.”
donghae memberikan jaketnya padaku dan segera berlari menembus derasnya hujan.
“donghae-ah! Jaketmu!” panggilku.
Namun, donghae tetap berlari tanpa menengok.
“Dia benar – benar akan sakit…” tebakku.
Aku terus menunggu. Sudah jam 10 malam. Dia tidak datang. Kakiku sudah pegal. Badanku menggigil kedinginan. Rintik gerimis ganti menemaniku. donghae benar.Siwon tidak datang…
Dengan langkah gontai, aku melangkah pulang. Menyebrangi jalan raya. Sebuah cahaya menyinari langkahku. Cahaya bulan-kah? Tidak. Bulan tidak bersinar seterang ini. Ini… lampu mobil! Aku terpaku melihat mobil itu melaju kencang ke arahku. Sedetik kemudian, kurasakan tubuhku terpelanting menabrak aspal yang basah. Sesuatu mengalir dari kepalaku… Air hujan? Tidak. Sesuatu yang hangat. Darah… Cahaya kembali berdatangan. Disertai berbagai sosok manusia mengerubungiku.
“Apa dia masih hidup?”
“Panggil ambulans! Panggil ambulans!”
Kesadaranku makin menurun. Aku tidak kuat lagi. Cahaya itu makin lama makin kabur. Makin kabur. Dan akhirnya berganti dengan kegelapan.
“wonnie… dimana kau?”
Siwon POV…
Akhirnya selesai sudah. Kantor sudah sepi. Hingga detik jam-pun terdengar begitu jelas di telingaku. Pantas saja. Sekarang sudah jam 11 malam. Aku melemaskan urat leherku.
“Apa dia masih menunggu?”
Aku segera membereskan mejaku. Ponselku kembali berbunyi. Hyo rin-kah? Aku mengangkatnya.
“Hyung, apa saja yang kau lakukan?” tanya donghae.
“donghae… Ada apa?” aku agak kecewa karena bukan hyo rin yang menelpon.
“Kau tahu apa yang terjadi dengan hyo rin?”
“Aku mengerti. Aku sudah membuatnya menunggu. Tapi, aku sudah mencoba menelponnya. Aku juga sudah mengirim sms.”
“Dia kecelakaan.”
“Apa?”
“Dia tertabrak mobil, hyung! Dia hampir mati!”
“kau berbohong…”
“Jika dia benar – benar mati, aku bersumpah akan membunuhmu,.”
Tanpa sempat menutup ponsel, aku segera berlari ke RS.
“hyung..hyung...!!!”
Aku terduduk lemah di ruang tunggu rumah sakit. Donghae juga duduk di ruangan yang sama namun ia sengaja mengambil jarak dariku. Sudah dua jam kami menunggu hasil operasi. Dua jam yang kami lalui tanpa sepatah katapun.Donghae pastinya akan membenciku setelah kejadian ini. Tapi, saat ini aku lebih mementingkan hal lain… hyo rin… Jika terjadi sesuatu, aku tidak mungkin sanggup memaafkan diriku.
Operasi berhasil dilakukan. Nyawa hyo rin berhasil di selamatkan. Tapi, kami belum bisa menarik napas lega. Benturan di kepalanya… menyebabkan beberapa kerusakan di otaknya… Kemungkinan besar, dia tidak akan kembali seperti dulu lagi. Tinggal menunggu dia sadar, maka kita akan segera mengetahui gangguan apa yang terjadi.
“Jangan khawatir,donghae… aku berjanji… apapun yang terjadi padanya… aku tak akan meninggalkannya lagi… Aku akan melakukan apapun untuknya… Sungguh…”
“Harus,hyung.. Kau harus bertanggung jawab. Hingga matipun kau harus membuatnya bahagia.”
Esok harinya, hyo rin sadar. Aku segera memasuki kamarnya.
“Hyo rin-ah…” panggilku seraya memeluknya.
Hyo rin segera melepasnya dan menatapku aneh. Seolah aku adalah orang asing yang belum ia kenal.
“Siapa kau?” tanya hyo rin lugu.
“Kau… Kau tidak kenal aku? Choi Siwon. Tidakkah kau kenal nama itu?”
“Apa aku mengenalmu?”
Pemeriksaan kembali dilakukan. Beruntung, tubuhnya tidak ada gangguan. Namun… semua kenangannya… hilang. Dokter bilang, ada kemungkinan bahwa ingatannya kembali. Tapi… bisa juga tidak kembali selamanya.
Perlahan kubuka pintu kamar hyo rin.
“Aku ini… dulunya orang yang seperti apa?” tanya hyo rin polos.
donghae yang duduk di sampingnya tersenyum.
“Orang yang baik. Benar – benar baik.”
“Lalu, Choi Siwon itu siapa?”
“Pria yang dulu kau cintai. Yang membuatmu seperti ini.”
“Membuatku begini?”
Aku mengurungkan niatku untuk memasuki ruangan itu. Perlahan kututup pintu tanpa suara. Dan diam – diam melangkah pergi. Kubuka kotak merah di sakuku. Sebentuk cincin di terdapat di dalamnya. Hari itu… di depan gedung itu… seharusnya dia kulamar… Kenapa malah jadi begini?
SATU TAHUN KEMUDIAN….
Kembali aku mendatangi rumahnya. Sejak kejadian itu, setiap hari, aku selalu mengunjunginya. Menceritakan semua kisah kami. Selalu… Tak sedikit pun kata lelah terlintas di benakku. Ingatannya masih bisa kembali. Aku yakin itu.
“Hyo rin-ah…” panggilku.
Hyo rin membuka pintu. Aku memasuki rumahnya.
“Siwon …” hyo rin membelakangiku.
“Kenapa kau selalu datang?” lanjutnya.
“Karena aku mencintaimu.” Jawabku singkat.
“Kenapa? Apa kau bosan mendengar ceritaku? Aku melakukannya supaya kau bisa ingat kembali.” Lanjutku.
Hyo rin terdiam.
“Tentu saja aku ingat. Kau selalu datang dan mengatakannya berulang kali padaku.” Ucap hyo rin dingin.
Bukan… Bukan ingat yang seperti itu maksudku…
“Itu…” , “Benarkah?” hyo rin memotong ucapanku.
“Benarkah… aku pernah mencintaimu?” hyo rin membalik badannya dan menatapku lekat.
Aku tidak menjawab.
“Aku tidak tahu…” jawabku lirih.
Hyo rin melangkah mendekat.
“Aku… aku juga tidak tahu seberapa besar cintaku padamu dulu. Tapi, saat ini… sepertinya… semua itu sudah hilang.” Hyo rin mengangkat wajahku.
Aku balik menatap wajahnya. Benar… Biarpun wajah itu masih wajah seorang hyo rin… Tapi, bukan lagi wajah hyo rin yang dulu…
“Sudah hilang?” ulangku lirih.
“Mianhe..”
“Kenapa hilang?”
“Cinta datang dan pergi begitu saja. Ada seribu alasan untuk membenci seseorang. Tapi… adakah alasan untuk mencintai?”
Aku menunduk lemah.
“Pulanglah…” perintah hyo rin halus.
Aku tetap terdiam.
“Baik. Sekarang aku pulang. Besok, aku akan datang lagi. Lusa juga. Selamanya akan datang untuk melihatmu.”
“wonnie…”
Aku melangkah keluar. Perih memenuhi hatiku. Bagaimana bisa dia melupakan semuanya begitu saja? Bagaimana bisa?
Sesampainya di rumah, Donghae telah menanti.
“Mianhe, donghae-ah… perasaanku saat ini sedang kacau. Kita bicara besok saja.”
Donghae menahanku.
“Harus sekarang, hyung. Aku ingin kau mendengarnya dariku. Bukan dari orang lain.”
“Memang apa?”
“Aku… akan menikah.”
“Menikah? Dengan siapa? Apa kau sudah punya kekasih?”
donghae menunduk.
“Apa kau… kecelakaan?” tebakku cemas.
“Lebih buruk..”
“Lebih buruk? Siapa wanita yang kau…?” , “Aku tidak kecelakaan,hyung!” Potong donghae.
Aku menarik napas lega.
“Jadi, apa yang buruk?”
“Aku akan menikahi hyo rin.”
Mataku terbelalak lebar.
“Mianhe,hyung. Kau juga tahu kan. Aku sudah sejak lama menyukainya.”
Hatiku berteriak. Ingin rasanya aku membunuh donghae hari ini juga. Tapi, itu hanya akan memperunyam masalah.
“Benarkah?” tanyaku lirih.
“Semua sudah berubah, hyung. Hyo rin juga berubah.”
Perlahan aku berbalik dan berjalan dengan langkah kaku.
“hyung, kau mau kemana? Siwon hyung…” panggil donghae.
Aku tetap melangkah pergi. Mataku menatap kosong. Aku terus melangkah. Tanpa kusadari, aku tiba di depan rumah hyo rin. Kenapa aku bisa sampai di tempat ini?
Lampu masih menyala. Bayangan hyorin tampak jelas dari balik tirai. Aku menantapnya lekat. Lampu dimatikan. Sekarang ganti lampu kamar yang dinyalakan. Apa dia akan tidur? Sekarang semua lampu telah dimatikan. Aku tetap terpaku di depan. Menatap kosong.
Kuambil ponsel dari sakuku, tanpa sedikitpun mengalihkan pandanganku. Dengan lemah, kutelpon hyo rin.
“Yobboseoyo…” jawab hyo rin.
Aku tidak mengatakan apapun.
“wonnie-ah…”
Aku masih diam dengan tatapan kosong. Hyo rin melangkah ke balkon kamarnya dan menatapku.
“Mianhe, wonnie… “
Aku tetap bungkam.
“Biarpun benar bahwa aku pernah mencintaimu seperti yang selalu kau katakan… Aku tetap tak bisa bersamamu… Tidak untuk saat ini… Tidak untuk kehidupan ini…”
Aku menarik napas panjang.
“Suatu saat… Di kehidupan yang lain… aku dan kau juga akan bertemu lagi… Akan jatuh cinta lagi... Jika saat itu tiba, aku tidak akan meninggalkanmu lagi… aku akan selalu ada disisimu… Tapi, saat ini… kumohon lepaskan aku…”
Aku menurukan ponselku dan memutuskan panggilan. Mataku tetap menatap lurus ke atas. Hyo rin balik juga masih menatapku. Aku menunduk dan berbalik pulang.
Tidak ada wanita yang bisa kau miliki sepenuhnya. Biarpun wanita itu begitu mencintaimu, hingga rela mati untukmu… Biarpun ia mengatakan padamu, bahwa ia adalah milikmu sepenuhnya… Kau tidak akan bisa memilikinya… Kau bisa memiliki cintanya… hatinya… kasihnya… namun tidak takdirnya…
“Baik, shin hyo rin. Kehidupan yang selanjutnya, kan? Aku… akan menunggu… selamanya akan menunggu sampai kau datang…”
Seminggu setelahnya, hyo rin menikah dengan donghae. Dengan hati tersayat, kuucapkan selamat pada kakakku.
“Donghae-ah… chukhae…”
“hyung…”
“Aku… akan pergi… Masih ada kemungkinan ingatan hyo rin kembali. Dan jika aku tetap berada di dekatnya, dia akan mengingatku. Dia akan sedih jika mengetahui semua ini.”
“hyung, jangan begitu…”
“Gwaenchana,saengie… Aku… di kehidupan selanjutnya… juga akan bertemu lagi dengan hyo rin. Kau tidak perlu merasa bersalah.”
Donghae terdiam.
“Hhh… Aku harus melihat hyo rin sebentar.”
Aku melangkah menuju ruangan hyo rin. Hatiku makin tersayat. Dia begitu cantik. Jika kecelakaan itu tidak terjadi, pasti saat ini aku yang menikahinya.
“Siwon-ah…” hyo rin menoleh.
Aku tidak mampu mengatakan apapun. Dia terlalu cantik.
“Aku gugup sekali.” Hyo rin tersenyum. Wajahnya bersemu merah.
Aku ikut memaksakan senyumku.
“Gomaewo… Aku pikir kau tidak akan datang.”
“Aku memang tidak datang.”
Hyo rin Nampak bingung.
Aku hanya tersenyum.
“Kau… benar – benar menyukai Donghae?” aku melangkah mendekat.
“Iya. Benar – benar suka. Aku bisa mengorbankan apapun untuknya.”
Lagi – lagi aku hanya tersenyum.
Perlahan, kupeluk hyo rin. Hyo rin Nampak terkejut, namun tidak melawan.
“Sebentar saja… Setelah ini… Aku takkan datang lagi…”
Hyo rin terdiam. Air mataku meleleh.
“Saranghae…” bisikku lirih.
Setelah itu, aku melepasnya dan melangkah pergi.
“hyung mau kemana?” donghae menahanku di depan gedung.
Aku hanya tersenyum dan melanjutkan langkahku.
“Kenapa?” tanya donghae cemas.
“Aku tidak tahu. Mungkin kemasukan sesuatu.” Jawab hyo rin sambil menghapus air matanya.
Namun air matanya terus mengalir. Hatinya mendadak terasa begitu perih.
“Aku ini kenapa?” hyo rin terus menghapus air matanya.
donghae Nampak khawatir.
“Kenapa air mataku terus mengalir? Bukankah air mata keluar saat sedih? Aneh sekali.” lanjut hyo rin sambil terus menangis.
Aku meninggalkan tempat itu dan menuju ke gedung opera. Jauh lebih lapuk dari yang ku duga. Sudah bertahun – tahun gedung ini tidak digunakan. Aku menyusuri lorong – lorongnya dan menaiki tangga. Pemandangan dari atas ini begitu indah. Sedetik kemudian, angin bertiup begitu kencang, menabrak tubuhku yang terjatuh dari atas.
Begitu ironis memang… Kenyataan bahwa cintaku pada hyo rin jauh lebih kuat daripada cinta itu sendiri… Bahwa aku harus melepasnya karena aku berharap memilikinya… Bahwa kisah ini terlalu pedih untuk sebuah kisah yang indah… Begitu ironis… Sungguh ironis…
“Tuhan… Jika kau benar ada… Aku ingin meminta… Meminta… semua milikku… kebahagiaanku… Biarlah semua itu menjadi milikknya… Semuanya kurelakan di ambil dariku…“
Kulihat bayangan hyo rin di jendela tempat tadi aku melompat. Aku tersenyum dan memejamkan mata. Tubuhku membentur tanah dengan keras. Namun suara hyo rin terus terngiang di telingaku.
“Di kehidupan yang lain… aku dan kau juga akan bertemu lagi… Akan jatuh cinta lagi... Jika saat itu tiba, aku tidak akan meninggalkanmu lagi… aku akan selalu ada disisimu…”
The End
Tidak ada komentar:
Posting Komentar